Monday, December 31, 2012

Pasien RSJ Memanggilku Sang Guru


Gila, ketika orang-orang mendengar kata itu atau orangnya maka akan muncul ketakutan, ilfil atau apapun yang jelek-jelek  dibenaknya. Banyak orang beranggapan bahwa orang gila itu tidak bersahabat, tidak bisa di ajak berkomunikasi, persepsi yang salah terhadap orang-orang gila. Dari hal itu semua, pastinya saya sendiri juga berfikir hal yang sama dengan kebanyakan orang. Tak lupa saya ingin memperkenalkan diri, nama saya Shofihudin, biasa di panggil udin tapi saya bukan udin sedunia yang terkenal itu.
Namun hal itu berubah ketika saya praktek di salah satu Rumah Sakit Jiwa X, inilah pengalaman saya, merubah pandangan terhadap orang gila. Ketakutan, itu yang tergambar di dalam benak ketika masuk kedalam Rumah Sakit Jiwa, mereka menyambut kedatangan kami ( Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan Bondowoso ) beriringan dengan BIS yang kita tumpangi, menyambut dengan tawa-tawa yang menggembirakan. Beda halnya di dalam kendaraan kami, teriakan dari teman-teman Mahasiswi “takut” “saya ingin pulang saja” tapi hal itu takkan merubah untuk pulang lagi ke kota tercinta Bondowoso, sambutan hangat itu pun takkan pernah terlupakan. Kami berada dirumah sakit ini kurang lebih dua minggu, saya pun berdo’a agar semuanya berjalan dengan lancar dan tidak ada kendala. Esok sudah mulai berinteraksi dengan pasien, tak lupa setelah shalat isya’ saya pun berdo’a agar dua minggu kedepan diberika kelancaran dan kemudahan.
Hari pertama pun saya dan teman satu kelompok mulai memasuki sebuah ruangan atau bisa disebut sebuah rumah, karena disana satu tempat buat orang gila dipisah sesuai dengan penyakitnya, jika dirumah sakit biasa adalah dipisahkan dengan sebuah ruangan namun beda halnya dengan rumah sakit orang gila ini, yaitu di pisahkan atau menempati rumah. Kebetulan saya dan teman saya menempati rumah atau ruangan dengan penyakit fisik, kami pun berkenalan dengan semua pasien, tenyata berkenalan bisa dibilang gampang gampang susah karena ketika mereka ditanyakan nama terkadang pasif namun ada juga yang aktif.
Seharipun terlewati dengan pasien, walaupun masih belum bisa berinteraksi dengan bain namun harus tetap berusaha. Sebelum saya dan teman-teman kembali ke asrama, kami pergi ke bagian gizi untuk makan siang setelah makan kami kembali ke asrama untuk istirahat.
Hari kedua dan ketiga pun sama saja, masih sulit untuk berkomunikasi dengan baik dengan pasien. Sebelum kami memulai komunikasi atau berbicara secara santai dengan pasien, kami semua bersih-bersih ruangan dan tak lupa juga mengajarkan pasien untuk melakukan kegiatan yang bisa dilakukan karena untuk membantu agar  pasien tetep bisa melakukan kegiatan rutinitas harian.
Menjadi tantangan bagi saya sendiri untuk terus berusaha agar bisa berkomunikasi baik dengan pasien, saya terus menerus mendekati pasien untuk dapat berkomunikasi dengan baik. Tak terasa ini sudah hari ketiga, akhirnya saya bisa berkomunikasi walau pun tak begitu baik namun setidaknya ada perkembangan dari hari pertama sampai sekarang, saya pun terus berusaha untuk membina hubungan baik dan saling percaya dengan pasien yang saya hadapi ini, hari keempat dan kelima sama halnya, pasien saya masih belum bisa hafal nama saya sendiri namun saya tak patah semangat, “berusaha berusaha dan berusaha” kata itu yang ada di dalam benakku. Wah, tak terasa sudah hampir satu minggu saya ada dirumah sakit ini, sekarang merupakan hari keenam ketika saya datang ke pasien, seperti biasa kami berbicara tentang kesehariannya. Pasien saya adalah suku madura jadi tidak bisa berbicara Bahasa Indonesia.
Saya    : sae malemah se asaren panjenengan ?. (Bagaimana tidurnya tadi malam bapak? nyenyak?)
Pasien  : (sae). nyenyak.
Saya    : enga’ pon ka asmanah kauleh? (sudah ingat nama saya ?)
Pasien  : (enga’). ingat,.
Saya    : serah asmanah kauleh ? (sapa bapak M, nama saya?)
Pasien  : udin
Wah, dalam hati saya sangat senang karena pasien saya dapat menghafal nama saya dari sekian hari berusaha. Satu minggu dijalani dan berusaha ada hasil yang didapat. Sebelum saya ke asrama tak lupa dulu untuk makan siang di bagian gizi, disaat makan siang saya mendengar perbincangan” wah besok libur, mau jalan-jalan kemana “ mendengar hal itu saya pun bahagia, karena saya sendiri lupa kalau besok itu hari libur.
Minggu pagi saya, dika dan ibil beriap-siap untuk lari pagi rencana kami pergi ke tempat wisata Water Bom dekat rumah sakit, kami pun mulai berlari menelusuri jalan menuju water bom sekitar 20 menit kita sampai di tempat tujuan kami. Bagus pemandangannya, Water Bom, Resto dan kolam pemancingan di suguhi dengan pemandangan sawah yang menghijau, kami pun melupakan rutinitas di rumah sakit untuk menyegarkan otak. Kami pun kembali ke rumah sakit dan sebelum ke asrama tak lupa kami untuk makan pagi dulu di tempat biasa walaupun kami penuh keringat setelah lari, tapi kami masih istirahat agar keringatnya kering dulu baru ke gizi untuk makan.
Minggu kedua akan saya jalani, bersiap-siap untuk berangkat menuju ruangan/rumah. Di perjalanan sudah terbiasa disambut oleh pasien-pasien yang selalu menyapa “pagi pak” saya pun menjawabnya. Sesampainya di ruangan kami semua melakukan aktivitas sehari-hari yaitu bersih-bersih, setelah itu dilanjutkan dengan berkomunikasi dengan pasien. Ternyata pasien saya sudah lupa lagi nama saya, tapi tak mematahkan semangat untuk tetap berinteraksi dan selalu mengingatkan atau menyebutkan nama saya sendiri ketika memulai berbicara atau bertemu dengan pasien. Saya pun berusaha untuk bertanya mengapa pasien dibawa kerumah sakit ini, di tempat ini saya habiskan untuk selalu berinteraksi dengan pasien agar bisa berkomunikasi dengan baik dan dapat menggali sumber dari penyebab pasein dibawa kerumah sakit.
Alhamdulilah pasien saya mampu atau dapat berkomunikasi dengan baik walaupun hanya dengan saya, di tengah perbincangan saya menanyakan apakah bapak sudah saling kenal dengan teman-teman yang ada disini, pasien saya atau bapak menjawab bahwasannya hanya kenal dengan satu, dua orang saja, mendengar hal itu  pasien pun di ajak untuk berkenalan dengan teman-teman saya sendiri dan pasien- pasien yang lain. Saya pun mengaja teman saya untuk saling berkenalan, tapi ketika saya ajak untuk berkenalan dengan pasien yang lain tidak mau, ini diaglog singkat ketika saya di panggil sang Guru.
Saya    : genikah, panjenengan pon oning akenalan sareng kancanah kauleh. Toreh akenalan sareng kancah sebedeh eka’entoh, kende’ panjenengan ? ( nah, kan pak M sudah tahu berkenalan dengan teman saya. Kenalan dengan teman-teman yang ada disini, mau ?)  
Pasien  : enten. (tidak)
Saya    : anapah ? kenapa?
Pasien  : empiyan kan sang guru, dedih empiyan se nonton kauleh. Mon kauleh kan tak bisa nonton oreng laen, kauleh kan mored dedih tak bisa dedih sang guru. (bapak adalah sang Guru, jadi bisa mengajari atau membimbing saya. Kalau saya kan tidak bisa mengajari atau membimbing orang lain, saya kan murid tidak bisa jadi sang Guru)
Saya    : ajer, kauleh bileh tak pas langsung oning. Panjenengan bisa kiyah dedih sang Guru mon pon oning kiyah. (belajar, saya dulu tidak langsung bisa. Bapak bisa juga jadi sang Guru kalu sudah bisa)
Pasien  : tak bisa ten, kauleh tak bisa dedih sang Guru. (saya tidak bisa jadi sang Guru)
Saya    : kendek gi, akenalan saren kancah ka’entoh laguna? Ekanca’nah sareng kauleh ( mau ya, berkenalan dengan teman-teman disini besok? Nantik saya temeni)
Pasien  : enggi pon. (iya)
Keesokan harinya saya pun tak lupa bersih-bersih ruangan dengan pasien, teman-teman dan perawat. Setelah itu baru berinteraksi seperti biasa dengan pasien, dan tak lupa saya berinteraksi dengan Bapak M yang berencana untuk berkenalan dengan pasien lain. Saya pun menemani sesuai janji, untuk pertama kalinya lumayan bagus perkenalan yang di praktikkan oleh Bapak M, beberapa orang hari ini sudah berkenalan dengan Bapak M. Setelah berkenalan dengan beberapa pasien yang ada, saya pun memberikan saran kepada Bapak M u tuk selau mengajak bicara, agar disini banyak temannya. Saya pun bertanya bagaimana jika banyak teman, Bapak M pun menjawab bahwa senang dengan semakin banyak teman. Hari pun sudah siang itu artinya saya sendiri harus ke gizi untuk makan lalu ke asrama untuk istirahat,  setelah di asrama saya pun mandi lalu bertukar cerita yang mengesankan dengan teman-teman satu asrama. Ada teman saya bilang jika tiap hari dijemput ke asrama oleh pasiennya untuk pergi keruangan, hari pun sudah malam dan kami semua beranjak ke tempat tidur masing-masing.
Tidak terasa satu hari lagi saya sudah pulang, sekarang hari jum’at dan besok hari terakhir disini. Hari ini saya melanjutkan rutinitas dengan pasien saya untuk saking berinteraksi dengan pasien-pasien yang lainnya dan saya pun mengatakan jika besok adalah hari terakhir disini, tampak sedih saya ,melihat wajah pasien mungkin karena ingin di tinggal pergi oleh saya. Saya berusa menghibur agar tidak tampak kesedihan di raut wajahnya karena melihatnya pun saya ikut bersedih, sebenarnya terasa sedih meninggalkan pasien-pasien disini.
Sekarang hari terakhir saya berada disini, banyak kenangan yang ada disini tak terlupakan. Ketika sampai di ruangan melihat ada kesedihan di raut wajah pasien, saya pun berusaha untuk menghibur dan tak lupa menyampaikan pesan jika tidak ada disini untuk tetap saling berkomunikasi dengan pasien yang lainnya agar banyak teman dan tidak merasa kesepian. Jam menunjukkan 10.00 WIB itu menandakan tinggal dua jam disini bersama mereka, saya pun memberikan kenang-kenangan ke pasien walaupun harganya tidak mahal yang penting ada kenangan.
Jam menunjukkan 12.00 WIB, saya dan teman-teman berpamitan ke pasien maupun perawat dan pekerja yang ada disana. Pasien-pasien melepas kami dengan lambaian tangan dan kami pun membalasnya. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil selam dua minggu disini, ternyata orang gila tak seperti yang dibayangkan orang-orang selama ini. Mereka hanya perlu di dekati dan perlu kesabaran yang tinggi untuk menghadapi mereka, saya semakin semangat untuk menjadi perawat karena pekerjaan ini sangat muliya. Bagaimana tidak, ketika banyak orang menjauhi maka perawatlah yang merawat dan berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
SEMANGAT TEMAN SEJAWAT.!!!!!