Gila,
ketika orang-orang mendengar kata itu atau orangnya maka akan muncul ketakutan,
ilfil atau apapun yang jelek-jelek
dibenaknya. Banyak orang beranggapan bahwa orang gila itu tidak
bersahabat, tidak bisa di ajak berkomunikasi, persepsi yang salah terhadap
orang-orang gila. Dari hal itu semua, pastinya saya sendiri juga berfikir hal
yang sama dengan kebanyakan orang. Tak lupa saya ingin memperkenalkan diri,
nama saya Shofihudin, biasa di panggil udin tapi saya bukan udin sedunia yang
terkenal itu.
Namun
hal itu berubah ketika saya praktek di salah satu Rumah Sakit Jiwa X, inilah
pengalaman saya, merubah pandangan terhadap orang gila. Ketakutan, itu yang
tergambar di dalam benak ketika masuk kedalam Rumah Sakit Jiwa, mereka
menyambut kedatangan kami ( Mahasiswa Prodi DIII Keperawatan Bondowoso )
beriringan dengan BIS yang kita tumpangi, menyambut dengan tawa-tawa yang
menggembirakan. Beda halnya di dalam kendaraan kami, teriakan dari teman-teman
Mahasiswi “takut” “saya ingin pulang saja” tapi hal itu takkan merubah untuk
pulang lagi ke kota tercinta Bondowoso, sambutan hangat itu pun takkan pernah
terlupakan. Kami berada dirumah sakit ini kurang lebih dua minggu, saya pun
berdo’a agar semuanya berjalan dengan lancar dan tidak ada kendala. Esok sudah
mulai berinteraksi dengan pasien, tak lupa setelah shalat isya’ saya pun
berdo’a agar dua minggu kedepan diberika kelancaran dan kemudahan.
Hari
pertama pun saya dan teman satu kelompok mulai memasuki sebuah ruangan atau
bisa disebut sebuah rumah, karena disana satu tempat buat orang gila dipisah
sesuai dengan penyakitnya, jika dirumah sakit biasa adalah dipisahkan dengan
sebuah ruangan namun beda halnya dengan rumah sakit orang gila ini, yaitu di
pisahkan atau menempati rumah. Kebetulan saya dan teman saya menempati rumah
atau ruangan dengan penyakit fisik, kami pun berkenalan dengan semua pasien,
tenyata berkenalan bisa dibilang gampang gampang susah karena ketika mereka
ditanyakan nama terkadang pasif namun ada juga yang aktif.
Seharipun
terlewati dengan pasien, walaupun masih belum bisa berinteraksi dengan bain
namun harus tetap berusaha. Sebelum saya dan teman-teman kembali ke asrama,
kami pergi ke bagian gizi untuk makan siang setelah makan kami kembali ke asrama
untuk istirahat.
Hari
kedua dan ketiga pun sama saja, masih sulit untuk berkomunikasi dengan baik
dengan pasien. Sebelum kami memulai komunikasi atau berbicara secara santai
dengan pasien, kami semua bersih-bersih ruangan dan tak lupa juga mengajarkan pasien
untuk melakukan kegiatan yang bisa dilakukan karena untuk membantu agar pasien tetep bisa melakukan kegiatan rutinitas
harian.
Menjadi
tantangan bagi saya sendiri untuk terus berusaha agar bisa berkomunikasi baik
dengan pasien, saya terus menerus mendekati pasien untuk dapat berkomunikasi
dengan baik. Tak terasa ini sudah hari ketiga, akhirnya saya bisa berkomunikasi
walau pun tak begitu baik namun setidaknya ada perkembangan dari hari pertama
sampai sekarang, saya pun terus berusaha untuk membina hubungan baik dan saling
percaya dengan pasien yang saya hadapi ini, hari keempat dan kelima sama
halnya, pasien saya masih belum bisa hafal nama saya sendiri namun saya tak
patah semangat, “berusaha berusaha dan berusaha” kata itu yang ada di dalam
benakku. Wah, tak terasa sudah hampir satu minggu saya ada dirumah sakit ini,
sekarang merupakan hari keenam ketika saya datang ke pasien, seperti biasa kami
berbicara tentang kesehariannya. Pasien saya adalah suku madura jadi tidak bisa
berbicara Bahasa Indonesia.
Saya : sae malemah se asaren panjenengan ?. (Bagaimana
tidurnya tadi malam bapak? nyenyak?)
Pasien : (sae). nyenyak.
Saya : enga’ pon ka asmanah kauleh? (sudah ingat
nama saya ?)
Pasien : (enga’). ingat,.
Saya : serah asmanah kauleh ? (sapa bapak M, nama
saya?)
Pasien : udin
Wah,
dalam hati saya sangat senang karena pasien saya dapat menghafal nama saya dari
sekian hari berusaha. Satu minggu dijalani dan berusaha ada hasil yang didapat.
Sebelum saya ke asrama tak lupa dulu untuk makan siang di bagian gizi, disaat
makan siang saya mendengar perbincangan” wah besok libur, mau jalan-jalan
kemana “ mendengar hal itu saya pun bahagia, karena saya sendiri lupa kalau
besok itu hari libur.
Minggu
pagi saya, dika dan ibil beriap-siap untuk lari pagi rencana kami pergi ke
tempat wisata Water Bom dekat rumah sakit, kami pun mulai berlari menelusuri
jalan menuju water bom sekitar 20 menit kita sampai di tempat tujuan kami.
Bagus pemandangannya, Water Bom, Resto dan kolam pemancingan di suguhi dengan
pemandangan sawah yang menghijau, kami pun melupakan rutinitas di rumah sakit
untuk menyegarkan otak. Kami pun kembali ke rumah sakit dan sebelum ke asrama
tak lupa kami untuk makan pagi dulu di tempat biasa walaupun kami penuh
keringat setelah lari, tapi kami masih istirahat agar keringatnya kering dulu
baru ke gizi untuk makan.
Minggu
kedua akan saya jalani, bersiap-siap untuk berangkat menuju ruangan/rumah. Di
perjalanan sudah terbiasa disambut oleh pasien-pasien yang selalu menyapa “pagi
pak” saya pun menjawabnya. Sesampainya di ruangan kami semua melakukan
aktivitas sehari-hari yaitu bersih-bersih, setelah itu dilanjutkan dengan
berkomunikasi dengan pasien. Ternyata pasien saya sudah lupa lagi nama saya,
tapi tak mematahkan semangat untuk tetap berinteraksi dan selalu mengingatkan
atau menyebutkan nama saya sendiri ketika memulai berbicara atau bertemu dengan
pasien. Saya pun berusaha untuk bertanya mengapa pasien dibawa kerumah sakit
ini, di tempat ini saya habiskan untuk selalu berinteraksi dengan pasien agar
bisa berkomunikasi dengan baik dan dapat menggali sumber dari penyebab pasein
dibawa kerumah sakit.
Alhamdulilah
pasien saya mampu atau dapat berkomunikasi dengan baik walaupun hanya dengan
saya, di tengah perbincangan saya menanyakan apakah bapak sudah saling kenal
dengan teman-teman yang ada disini, pasien saya atau bapak menjawab bahwasannya
hanya kenal dengan satu, dua orang saja, mendengar hal itu pasien pun di ajak untuk berkenalan dengan
teman-teman saya sendiri dan pasien- pasien yang lain. Saya pun mengaja teman
saya untuk saling berkenalan, tapi ketika saya ajak untuk berkenalan dengan
pasien yang lain tidak mau, ini diaglog singkat ketika saya di panggil sang
Guru.
Saya : genikah, panjenengan pon oning akenalan
sareng kancanah kauleh. Toreh akenalan sareng kancah sebedeh eka’entoh, kende’
panjenengan ? ( nah, kan pak M sudah tahu berkenalan dengan teman saya. Kenalan
dengan teman-teman yang ada disini, mau ?)
Pasien : enten. (tidak)
Saya : anapah ? kenapa?
Pasien :
empiyan kan sang guru, dedih empiyan se nonton kauleh. Mon kauleh kan tak bisa
nonton oreng laen, kauleh kan mored dedih tak bisa dedih sang guru. (bapak
adalah sang Guru, jadi bisa mengajari atau membimbing saya. Kalau saya kan
tidak bisa mengajari atau membimbing orang lain, saya kan murid tidak bisa jadi
sang Guru)
Saya :
ajer, kauleh bileh tak pas langsung oning. Panjenengan bisa kiyah dedih sang
Guru mon pon oning kiyah. (belajar, saya dulu tidak langsung bisa. Bapak bisa
juga jadi sang Guru kalu sudah bisa)
Pasien :
tak bisa ten, kauleh tak bisa dedih sang Guru. (saya tidak bisa jadi sang Guru)
Saya :
kendek gi, akenalan saren kancah ka’entoh laguna? Ekanca’nah sareng kauleh (
mau ya, berkenalan dengan teman-teman disini besok? Nantik saya temeni)
Pasien :
enggi pon. (iya)
Keesokan
harinya saya pun tak lupa bersih-bersih ruangan dengan pasien, teman-teman dan
perawat. Setelah itu baru berinteraksi seperti biasa dengan pasien, dan tak
lupa saya berinteraksi dengan Bapak M yang berencana untuk berkenalan dengan
pasien lain. Saya pun menemani sesuai janji, untuk pertama kalinya lumayan
bagus perkenalan yang di praktikkan oleh Bapak M, beberapa orang hari ini sudah
berkenalan dengan Bapak M. Setelah berkenalan dengan beberapa pasien yang ada,
saya pun memberikan saran kepada Bapak M u tuk selau mengajak bicara, agar
disini banyak temannya. Saya pun bertanya bagaimana jika banyak teman, Bapak M
pun menjawab bahwa senang dengan semakin banyak teman. Hari pun sudah siang itu
artinya saya sendiri harus ke gizi untuk makan lalu ke asrama untuk istirahat, setelah di asrama saya pun mandi lalu bertukar
cerita yang mengesankan dengan teman-teman satu asrama. Ada teman saya bilang
jika tiap hari dijemput ke asrama oleh pasiennya untuk pergi keruangan, hari
pun sudah malam dan kami semua beranjak ke tempat tidur masing-masing.
Tidak
terasa satu hari lagi saya sudah pulang, sekarang hari jum’at dan besok hari
terakhir disini. Hari ini saya melanjutkan rutinitas dengan pasien saya untuk
saking berinteraksi dengan pasien-pasien yang lainnya dan saya pun mengatakan
jika besok adalah hari terakhir disini, tampak sedih saya ,melihat wajah pasien
mungkin karena ingin di tinggal pergi oleh saya. Saya berusa menghibur agar
tidak tampak kesedihan di raut wajahnya karena melihatnya pun saya ikut
bersedih, sebenarnya terasa sedih meninggalkan pasien-pasien disini.
Sekarang
hari terakhir saya berada disini, banyak kenangan yang ada disini tak
terlupakan. Ketika sampai di ruangan melihat ada kesedihan di raut wajah
pasien, saya pun berusaha untuk menghibur dan tak lupa menyampaikan pesan jika
tidak ada disini untuk tetap saling berkomunikasi dengan pasien yang lainnya
agar banyak teman dan tidak merasa kesepian. Jam menunjukkan 10.00 WIB itu
menandakan tinggal dua jam disini bersama mereka, saya pun memberikan
kenang-kenangan ke pasien walaupun harganya tidak mahal yang penting ada
kenangan.
Jam
menunjukkan 12.00 WIB, saya dan teman-teman berpamitan ke pasien maupun perawat
dan pekerja yang ada disana. Pasien-pasien melepas kami dengan lambaian tangan
dan kami pun membalasnya. Banyak pelajaran yang bisa saya ambil selam dua
minggu disini, ternyata orang gila tak seperti yang dibayangkan orang-orang
selama ini. Mereka hanya perlu di dekati dan perlu kesabaran yang tinggi untuk
menghadapi mereka, saya semakin semangat untuk menjadi perawat karena pekerjaan
ini sangat muliya. Bagaimana tidak, ketika banyak orang menjauhi maka
perawatlah yang merawat dan berusaha memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
SEMANGAT
TEMAN SEJAWAT.!!!!!